Search

Chewy Candy

Keyakinanku adalah Kekuatanku!!

Tag

#Ramadan1441

Fisioterapi Awam

Bismillah, hari ke-20

Saya janji mau menuliskan ini karena dua grup kemarin sama-sama membahas tentang tumbuh kembang (tumbang) anak. Singkat cerita, anak saya mengalami GDD (Global Developmental Delay) sehingga menjalani terapi sejak usia 15 bulan.

 

Taunya dari mana?

Artikel IDAI berikut bisa menjadi salah satu referensi tetang mengenal keterlambatan umum pada anak. Saya mulai merasakannya ketika usia 5 bulan anak saya, Ayyash, belum bisa bolak-balik badan sendiri, baru bisa setelah distimulasi. Kemudian usia 9 bulan mulai saya ajari duduk, tetapi belum bisa tegak, seringnya membungkuk, dan belum mampu bangun sendiri dari posisi tidur. Usia setahun mulai mengesot tanpa melalui merangkak. Akhirnya saya periksakan ke Poli Tumbang. Di sana dilakukan Tes Denver II. Denver Developmental Screening Test (DDST) atau dikenal dengan Tabel/Tes Denver merupakan suatu metode pengkajian yang digunakan untuk menilai perkembangan anak usia 0-6 tahun. Manfaat dari DDST adalah untuk menilai tingkat perkembangan anak sesuai umurnya dan memantau anak yang diperkirakan memiliki kelainan dalam berkembang (Adriana, 2011).

 

Kemampuan dasar yang pertama berkembang dari seorang bayi adalah motorik kasar. Jika ini mengalami keterlambatan, biasanya kemampuan di atasnya juga akan terlambat, termasuk kemampuan dalam berbahasa. Bisa dibaca referensi berikut tentang Pyramid of Learning (Williams & Shellenberger 1996). Sebagai tambahan ini juga ada brosur infografis tentang immersive and sensory experiences dan artikel facilitating children’s sensorimotor development.

***

Terapi pertama yang dijalani Ayyash adalah fisioterapi (FT). Penjelasan tentang fisioterapi bisa dibaca pada artikel persi.or.id dan halodoc.com. Terdapat juga jenis perawatan dalam fisioterapi. Untuk kasus anak saya, laxity (kelemahan) otot, tidak ada obat selain exercise (latihan) rutin untuk menguatkan otot-ototnya.

 

Selama mengikuti FT, terapis akan melakukan pemijatan dan latihan fisik untuk penguatan. Durasi terapi biasanya 30-60 menit, dan seminggu bisa 1-3 kali terapi sesuai anjuran dokter rehabilitasi medik. Jadi waktu terbesar anak tetap bersama orangtuanya yang artinya keberhasilan dalam menjalani terapi sangat tergantung dari usaha orangtua di rumah. Terapis berfungsi untuk menyempurnakan latihan, memberi arahan program latihan yang bisa dilakukan di rumah, mengoreksi, dan mengevaluasi.

 

Saya mendapat banyak PR yaitu latihan fisik untuk Ayyash yang dikerjakan di rumah. Sedangkan untuk pemijatan tidak diajarkan karena berakibat fatal jika orangtua sedikit saja melakukan kesalahan. Begitu pun untuk beberapa latihan fisik yang ‘berbahaya’, hanya dilakukan oleh terapis. Berikut ini beberapa latihan rumahan yang bisa dikerjakan orang awam untuk anaknya jika ada indikasi keterlambatan motorik kasar.

 

Sebelum latihan fisik, kita pelajari dulu terkait sensori. Latihan sensori adalah pondasi/dasar segala macam pembelajaran, di mana semua pembelajaran lainnya (akademik, emosional, sosial, dan keterampilan hidup) dibangun.

Sensori Integrasi adalah sebuah proses di mana otak anak dapat mengintegrasikan informasi yang berasal dari semua indera dengan baik, sehingga tubuhnya dapat merespons sesuai dengan situasi yang dihadapi. Terapi Sensori Integrasi menekankan stimulasi pada tiga indra utama yaitu tactile (peraba/sentuhan), vestibular (keseimbangan tubuh), dan proprioception (kesadaran tubuh). Ketiga sistem sensori ini memang tidak terlalu familier dibandingkan indra pengelihatan dan pendengaran, tetapi sistem ini sangat penting karena membantu interpretasi dan respons anak terhadap lingkungan.

 

Tactile (peraba/sentuhan)

Dengan beberapa latihan taktil seorang anak akan ‘merasakan’ lingkungan saat mereka bermain dan belajar untuk mengintegrasikan berbagai sensasi.

  1. Lepas kaos kaki, ini adalah aturan pertama yang dianjurkan terapis. Biarkan telapak kaki merasakan sensasi panas/dingin, kasar/halus, basah/kering.
  2. Sikat kaki dan badan untuk mengenalkan rasa kasar.
  3. Injak-injakan kaki di atas kerikil/benda-benda bertekstur yang ditaruh di dalam ember/baskom.
  4. Tanam sebagian badan di pasir pantai.
  5. Tidurkan anak di atas rumput dan biarkan ujung-ujung rumput memberikan stimulasi ke tubuh.

 

Vestibular (keseimbangan tubuh)

Gerakan adalah indra kunci yang diperlukan untuk mengintegrasikan informasi dari semua indra lain dengan cara yang berbeda. Berikut ini beberapa latikan untuk melatih keseimbangan anak.

  1. Tidurkan telentang/tengkurap di atas gym ball sambil anak dipegang dan bola diayunkan maju mundur. Latihan ini untuk memproses semua informasi yang masuk melalui indra, sehingga semua informasi tersebut bisa bekerja sama satu dengan yang lainnya.
  2. Angkat kaki di tempat, kanan dan kiri bergantian latihan selama beberapa detik supaya nanti jika jalan tidak diseret.
  3. Berdiri di balance board/papan keseimbangan (1 tumpuan) yang digerakkan naik/turun
  4. Jalan di papan titian/satu garis, kaki kanan dan kiri bergantian jalan mengikuti papan/garis itu.
  5. Jalan di atas rumput, pasir, batu, di hutan, dll untuk menyesuaikan posisi dalam menjaga keseimbangan.
  6. Jalan di tempat miring (mendaki/menurun).
  7. Naik-turun tangga, anak selalu dalam pengawasan dan untuk awalan pastikan tidak ada sisi tangga yang tajam.
  8. Renang.
  9. Kayuh sepeda.

 

Proprioception (kesadaran tubuh)

Kesadaran tubuh berasal dari otot dan persendian saat tubuh bergerak. Dengan lebih banyak latihan kesadaran tubuh, anak akan lebih paham di mana, di posisi apa, dan seperti apa anggota tubuh meraka bergerak. Kesadaran tubuh juga akan menenangkan sistem sensorik. Stimulasinya bisa dengan mencoba berbagai kegiatan di lingkungan alam.

  1. Berjalan di atas pasir/lumpur/tanah lunak untuk meningkatkan kesadaran tubuh.
  2. Beri mainan di depan sehingga bayi tertarik merayap untuk mengambilnya sehingga tahu bahwa badan bisa digerakkan ke depan.
  3. Angkat pantat supaya tahu bahwa pantat bisa dianggat untuk modal merangkak. Caranya dengan menidurkan anak pada posisi telentang kemudian angkat pantatnya dengan tangan kita selama beberapa detik kemudian turunkan. Ulangi dengan derakan yang sama.
  4. Ajari kaki bayi menendang tangan kita menyilang bergantian. Caranya tidurkan anak telentang, angkat kedua tangan kita dengan posisi telapak tangan di luar, minta anak menendang tangan kita dengan kaki kirinya, kemudian sebaliknya.
  5. Ajari gerakan tangan kaki menyilang bergerak bergantian pada posisi merangkak.
  6. Gerakan menendang bola kaki kanan dan kiri bergantian.

 

Bersamaan dengan aktivitas mematangkan sensori anak, berikut beberapa LATIHAN FISIK untuk menguatkan otot.

  1. Bangun dari sisi kanan, kiri, dan  belakang. Ini membantu bagi anak yang belum mampu bangun sendiri dari tidur. Caranya, bantu dengan satu tangan lalu tarik dan posisikan bayi supaya bisa terstimulasi dengan aktivitas tersebut. Lama-kelamaan ia akan mampu bangun sendiri dengan menumpu pada lengan kanan/kiri dan dari posisi tengkurap.
  2. Ajari duduk di kursi atau tempat serupa, beri kesibukan (misalnya mainan) sehingga ia belajar duduk tegak tanpa bersandar dengan asyik dan nyaman.
  3. Situp untuk menguatkan otot perut. Caranya dengan tidurkan anak pada posisi lurus telentang kemudian tarik kedua tangannya hingga posisi duduk, tidurkan, tarik lagi, begitu seterusnya.
  4. Posisi kobra untuk menguatkan otot tangan, punggung, dan kaki. Caranya dengan tengkurapkan anak dengan posisi lurus, kemudian pegang kedua lengan atas dan siku, luruskan hingga dada dan kepala anak terangkat. Lakukan gerakan itu secara bertahap dari misalnya 5 detik, istirahat, diulang lagi, begitu seterusnya. Kemudian jika sudah terbiasa bisa ditingkatkan 10 detik, 15 detik, dst.
  5. Ajari jongkok karena sejatinya jika bergerak pelan-pelan, proses berdiri diawali dengan tahapan jongok. Dalam praktiknya, pegang lipatan kaki bawah dan paha anak untuk bantu bertahan pada posisi belajar jongkok.
  6. Kneeling yaitu belajar berdiri dengan tumpuan kedua lutut di lantai (berlutut). Supaya bertahan lama, beri aktifitas menulis/menggambar di tembok setinggi tangan anak. Kneeling ini berfungsi untuk menguatkan otot paha sebelum belajar berdiri.
  7. Berdiri tegak dengan bersandar di tempok pada posisi lurus dari kepala sampai kaki kurang lebih 10 menit sebagai tahap awal belajar berdiri.
  8. Kneeling sambil jalan, dilakukan jika kneeling dalam kondisi diam sudah konsisten bisa dilakukan dan anak sudah mulai bisa jalan. Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot waktu jalan.
  9. Kaki dan perut diberi beban untuk latihan ketika anak sudah mulai belajar jalan. Ibarat ujian (goal: jalan bagus), perlu diberi soal (beban) yang lebih sulit saat latihan. Contoh alat yang bisa digunakan adalah kettler foot band 2×0.5kg (1kg/pair) yang dipasang di perut dan kaki. Foot band ini bisa dibeli di toko-toko olahraga atau bisa menggunakan alat serupa yang dibuat sendiri, misalnya kita buat tali yang diberi beban biji-bijian/batu dalam plastik.

 

Ini yang sedikit bisa saya tulis ulang dari hasil konsultasi dokter atau latihan terapis yang sebelumnya saya rekam, catat di buku, dan kemudian cari-cari referensi bebas. Mudah-mudahan bermanfaat, terutama untuk ibu-ibu yang anaknya mengalami gejala keterlambatan motorik kasar. Jadi latihan di rumah dahulu, semoga ada perkembangan. Namun, tetap saya sarankan ke dokter untuk konsultasi dan skrining tumbang, jika pandemik sudah selesai. Karena kondisi tiap anak bisa berbeda dan yakin nantinya akan dapat banyak ilmu baru yang bermanfaat untuk tumbang anak kita.

 

Terakhir saya lampirkan link checklist indikator perkembangan anak usia 0-6 tahun dari sumber Konsep Pengembangan PAUD Non Formal, Pusat Kurikulum Diknas, 2007. Free download and share. Terima kasih. 🙂

 

#inspirasiramadan

#dirumahaja

#flpsurabaya

#BERSEMADI_HARIKE-20

Forgiveness

Hari ini ada diskusi menarik di salah satu grup mak-mak kece. Berawal dari teman yang memberikan info IG live sharing session: “a journey of forgiveness”, menuju hati yang memaafkan, jiwa yang penuh kebersyukuran, bersama Fira Mahda dan Okina Fitriani.

“Memaafkan adalah kemenangan terbaik.” [Ali bin Abi Thalib]

Pemateri akan bercerita mengenai perjalanannya memaafkan ayahnya yang sangat dibencinya dari kecil dan dia bisa memaafkan tanpa kata “tetapi”.

"Keren ya. Aku pengen jadi orang yang gampang memaafkan. Aku gak benci siapapun sih, gak nyari musuh juga. Tapi kayaknya jadi pribadi yang gampang memaafkan itu enak banget. Kadang ada sesi-sesi yang membuat hati itu berat. Pengen menghilangkan beginian." salah satu teman menyahut.

"Plong ukh, #relakan yang memang mau direlakan #ikhlasin yang memang butuh diikhlaskan," teman yang lain menimpali.

"Iya rasanya enak merelakan setelah beberapa waktu. Tapi pas kejadian itu masih ada bekasnya di hati. Ibarat paku udah tertancap, walaupun udah diambil msh ada bekasnya. Nah cara ngilangin bekas ini yang gak mudah," balasnya.

 

Saya jadi teringat ada sesosok pribadi baik seperti ini, salah satu rekan kerja di departemen lain. Hidupnya bahagia, tidak pernah terlihat marah dalam kondisi apapun. Awal semester kemarin, beliau jadi salah satu pembicara materi fun learning dalam workshop pembelajaran inovatif di fakultas. Kesan yang saya dapatkan adalah amazing. 🤗

 

Beliau pernah mendapat empat pertanyaan yang diminta menjawab dengan cepat:

  1. Apa kelebihanmu?
  2. Apa kekuranganmu?
  3. Apa yang membuatmu suka pada orang?
  4. Apa yg membuatmu benci pada orang?

Nah, pertanyaan nomor 1-3 mudah, tetapi yang nomor 4 sulit, perlu berpikir lama baru bisa menjawab.

 

Kok bisa, ya? Ternyata beliau memiliki hati seluas langit. Beberapa pengalaman beliau paparkan sebagai berikut.

  1. Waktu jam pelajaran dimulai, anak-anak sama sekali tidak ada yang di kelas. Setelah diusut, ternyata para mahasiswa baru itu sepakat bolos untuk mengerjakan tugas praktikum. Minggu depannya, beliau cuma bilang, “Dek, Bapak tidak marah kalian bolos kemarin, tapi jangan diulangi, ya. Bisa jadi nanti ketemu dosen lain yang marah digituin dan akan mengingat kalian terus. Ke depannya dapat berakibat buruk, bahkan sampai skripsi. Misalnya jadi dosen penguji, mungkin akan menjadi tidak baik kondisinya.” Kurang lebih begitu yang beliau sampaikan, tetapi dengan bahasa yang lebih halus.
  2. Kemudian waktu beliau presentasi, ada peserta yang meninggalkan ruangan. Yang beliau pikirkan, “Alhamdulillah, dia sudah mau menyempatkan hadir. Mungkin sekarang sedang ada urusan lain yang lebih penting, jadi gpp pergi.” Selalu positive thinking kuncinya.
  3. Beliau pernah dimarahin orang dan hanya dibalas dengan senyuman. Tidak ada rasa marah juga, yang beliau pikirannya, “Mungkin orang ini sedang ada masalah, jadi gpp meluapkan emosi.” Selesai! 😂

 

Masyaallah, cerita-cerita ini tertancap di otak saya. Sekarang jika terkadang melihat anak didik melakulan tindakan-tindakan yang ‘menggemaskan’, saya bisa berpikir, “Oh, mereka ngantuk karena semalam begadang ngerjain banyak tugas, kasihan. Mereka ramai karena ada sesuatu, dll.” Jadi saya mengingatkannya lebih ‘selow’ 😂 Tidak lagi beranggapan bahwa mereka menjengkelkan karena meremehkan saya. Karena pikiran-pikiran negatif semacam itu jika sudah dimunculkan di awal maka akan mempengaruhi tindakan berikutnya, yaitu ikut terpancing melakukan hal negatif juga.

Lalu pernah berpapasan dengan orang yang berwajah masam, biasane saya berpikir, “Ya Allah, salah apa aku?” Sekarang jadi positif thinking, “Mungkin ia lagi ada masalah dengan keluarga, dll.” 

 

#inspirasiramadan

#dirumahaja

#flpsurabaya

#BERSEMADI_HARIKE-19

Golden Age

Mana yang lebih tepat?

A. Mengajarkan banyak aturan di waktu kecil sehingga semakin besar, anak semakin mandiri?

atau

B. Mengajarkan sedikit aturan di waktu kecil, tetapi seiring bertambahnya usia, aturan yang diajarkan semakin banyak.

Sebuah pertanyaan yang diajukan sebelum memulai materi dalam sebuah kulwap (kuliah Whatsapp) yang berjudul “Memanfaatkan Masa Emas Perkembangan anak untuk Menanamkan Akidah” oleh Kak Eka Wardhana. Pertanyaan ini cukup menarik saya tulis ulang karena ternyata jawaban peserta sebagian besar salah, termasuk saya.

Jawabannya adalah A

Mengapa? Sebab anak-anak mempunyai masa emas untuk belajar sehingga mampu menerapkan banyak kebiasaan baik sejak dini. 😍

 

Inilah salah satu hal yang membuat saya mantap memasukkan Ayyash ke MaFiTa (Rumah Tahfiz Balita) Lombok, karena menggunakan metode Tabarak – menghafal dengan mendengar dan mengulang-ulang.

Dalam pola pembelajaran, kami memilih untuk membiarkan anak-anak (terutama balita) bermain sambil belajar tanpa memaksakan beban akademis. Usianya masih terlalu dini untuk dilatih membaca/menulis. Sedangkan masa emas (golden age) perkembangan anak tidak akan terulang. Di masa ini (0-5 tahun) perkembangan otak anak terjadi begitu cepat sehingga anak bisa belajar banyak hal sebesar-besarnya, termasuk dalam hal menghafal jika itu diajarkan secara konsisten.

Yang diserap anak dengan maksimal saat golden age adalah perhatian, pola asuh, dan kedekatan dengan orangtua. Di usia inilah karakter anak terbentuk.

 

Dengan memasukkan Ayyash ke MaFiTa, bukan berarti pola pengasuhan kami serahkan sepenuhnya karena sebenarnya sebagian besar waktu anak tetap bersama orangtuanya. Di sekolah hanya 4 jam x 5 dalam seminggu (20 jam). Sedangkan waktu bersama orangtua adalah 20 jam x 5 (weekday) + 24 jam x 2 (weekend) selama seminggu, sekitar 148 jam. Di masa emas, anak yang diasuh dengan baik dan penuh perhatian oleh orangtua akan membangun kedekatan, rasa aman, dan percaya anak pada orangtua. Percaya bahwa ia dilindungi dan disayang, sehingga akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter baik (akhlakul karimah).

 

Kegitan selama pembelajaran di sekolah berupa murajaah bersama tiap hari. Saya masih ingat dahulu ketika menjadi guru pengganti di sebuah sekolah Islam di Surabaya. Di mana sebelum pembelajaran, juga sebelum salat zuhur dan asar seluruh siswa melakukan murajaah bersama. Selama kurang lebih sebulan di sana, saya menjadi hafal surat yang dibaca siswa di kelas. Hanya dengan mendengar secara rutin dan bersama, masyaallah. 😘

 

Selain itu, juga ada selingan yang diisi dengan mewarnai, minum susu dan makan kurma dengan berbaris rapi untuk mendapatkan bagiannya. Hal ini mengajarkan mereka tertib dan sabar sejak dini. Kegiatan rutin setiap hari jumat adalah solat duha bersama, mengenalkan anak sejak dini tentang ibadah salat. 😊

Ya, itu kira-kira gambaran kegiatan untuk santri. Selain itu ada kegiatan ada kegiatan untuk orangtua berupa pertemuan wali santri untuk memberikan motivasi serta sharing segala sesuatunya, kajian parenting, dan rihlah tiap akhir semester. 🙂

 

Semoga KBM bulan Juli 2020 (angkatan ke-4) bisa berjalan normal kembali. Ya Allah angkatlah wabah ini dan berikanlah kebaikan kepada kami, aamiin. 🤲🏻

 

Kesimpulannya, jika ingin berbagi peran pengasuhan dengan orang lain, tiga hal terpenting yang perlu kita pertimbangkan.

  1. Cari sekolah yang memiliki visi-misi yang sama dengan keluarga kita, termasuk di situ para pendidik yang berakidah baik.
  2. Manfaatkan quality time saat bersama anak.
  3. Tetap perhatikan kebutuhan anak, evaluasi apakah ia nyaman dan gembira, atau sebaliknya. Jangan pernah memaksakan keinginan karena bisa jadi anak kita memiliki kebutuhan berbeda

 

Di MaFiTa seorang guru disebut oleh santrinya dengan Ummi, yaitu dengan maksud anak-anak akan merasakan kenyamanan seperti orangtua mereka sendiri. Saya jadi berpikir, nanti Ayyash bingung/tidak, ya? Hehe, apa perlu ganti panggilan Ummah. 😁

Mari mencetak generasi Rabbani 💕💕💕💕💕💕💕

 

#inspirasiramadan

#dirumahaja

#flpsurabaya

#BERSEMADI_HARIKE-18

Create a free website or blog at WordPress.com.

Up ↑

Enlighten & Empower

Which of your Lord's Blessings would you deny...

CACABUN

Cerita Cinta Bayi dan Bunda

dw

Together we are stepping on paths to Jannah..